AF Laporkan Komisi Rp 40M ke LHI

Share Article



Sidang perkara dugaan korupsi suap kuota daging impor pada Jumat
(17/5) menghadirkan saksi-saksi utama. Diketahui ternyata Ahmad
Fathanah (AF) juga melaporkan soal komisi Rp 5.000 per kilogram dari
kuota 8.000 ton atau total Rp 40 miliar kepada Luthfi Hasan Ishaaq
(LHI).

Demikian terungkap dalam sidang terdakwa Arya Abdi Effendy, Direktur
Operasional PT Indoguna, dan Juard Effendi, Direktur Human Resources
Development dan General Affair PT Indoguna. Sidang dipimpin Ketua
Mejelis Hakim Purwono Edi Santosa.

Di persidangan AF mengaku profesinya broker yang saat itu mengurus
izin kuota impor daging PT Indoguna Utama. Selain AF, saksi lain yang
dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah LHI, Menteri
Pertanian Suswono, penerima aliran dana Maharany Suciono, serta
penyelidik KPK Amir Arif dan Andi Wina Yulianto.

Dalam rekaman penyadapan percakapan antara AF dan LHI, terungkap AF
memberi informasi ada komisi Rp 40 miliar untuk kuota 8.000 ton. LHI
menimpali, kalau begitu akan diajukan 10.000 ton. AF pun mengomentari
berarti totalnya Rp 50 miliar.

Mejawab pertanyaan jaksa Muhammad Rum, AF mengakui memang membicarakan
komisi Rp 5.000 per kg dengan LHI namun LHI menanggapinya dengan
bercanda. “Ustadz Luthfi tak percaya saya tentang hal-hal seperti itu
kalau jumlahnya besar,” kata AF.

AF juga mengaku meminta uang kepada Direktur Utama PT Indoguna Maria
Elisabeth Liman yang akhirnya dipenuhi Rp 1 miliar pada 29 Januari
2013. Dalam sidang sebelumnya, terungkap di pembukuan Indoguna dana
itu disebut sebagai retribusi daging.

Namun, AF memberikan versi lain yaitu dana tersebut untuk seminar uji
publik penambahan kuota impor. “Saksi Elisabeth mengatakan sebelumnya
kalau dana itu untuk safari dakwah, yang benar yang mana,” tanya Rum.

“Yang benar dana itu untuk seminar dan untuk pribadi saya kalau bisa
saya kutip dari situ,” jawab AF. Jaksa kemudian menampilkan isi pesan
BlackBerry. Terungkap bahwa AF berjanji akan menyampaikan kabar
gembira itu kepada LHI.

“Tapi (maksud) saya bukan seperti itu,” elak AF. AF mengaku tak ada
keinginan dirinya menyampaikan uang Rp 1 miliar itu kepada LHI.

Namun, dari penelusuran KPK, setelah menerima Rp 1 miliar, AF menuju
Hotel Le Meredian dan sempat menelepon LHI. Dalam percakapan telepon
dengan LHI, AF mengatakan ada yang “penting banget” dan “sangat
menguntungkan”. AF juga mengatakan kepada sopirnya jika nanti akan ada
ajudan LHI yang akan mengambil “bungkusan”.

Saya sudah mengaku bersama Maharany dan saya kasih uang Rp 10 juta.
Waktu itu telepon Ustadz Luthfi tapi tak ada satupun kata bahwa uang
itu untuk Ustadz. Saya hanya katakan kalau ada waktu boleh engga
ketemu malam,” elak AF.

Walaupun AF mencoba mengelak, diputar rekaman percakapan antara AF dan
LHI terkait rencana mereka menyusun data agar impor daging
ditingkatkan. LHI memberi argumentasi bahwa swasembada daging yang
mengandalkan ternak lokal akan mengancam ketahanan pangan.

AF juga mengaku mempertemukan bos Indoguna dengan LHI dan diharapkan
bisa bertemu dengan Menteri Pertanian Suswono. Penasehat hukun
terdakwa, Bambang Hartono, menanyakan kepada AF, apa sebenarnya peran
LHI dalam pengurusan kuota 8.000 ton.

Saya serahkan data kepada Ustadz Luthfi, tapi selanjutnya saya tak
tahu apa manuver-manuvernya,” kata AF. AF tak tahu pasti isi data
tersebut. Namun diduga berisi informasi soal importir daging dan
krisis daging untuk meyakinkan Mentan agar meningkatkan kuota daging.

LHI menjanjikan akan menyampaikan data itu kepada Mentan besok paginya
namun AF tak tahu apakah benar-benar dilakukan LHI. “Katanya Ustadz
besok ke Pak Menteri tapi tak ada laporan balik,” kata AF.

“Apa LHI bisa pengaruhi Suswono?” tanya Bambang. “Itu antara percaya
dan tidak, antara bisa dan tidak,” jawab AF diplomatis.

LHI Membantah

LHI menyatakan dirinya memang berusaha mencari informasi lapangan
terkait krisis daging dan fenomena beredarnya daging babi dan tikus.
Data lapangan akan digunakan sebagai “second opinion” yang bisa
digunakan Mentan.

Permintaan kuota 10.000 ton kepada Mentan diakui LHI namun hal itu ia
lakukan agar meredam permintaan terus menerus dari AF. LHI hanya
mengiyakan permintaan AF agar AF memasok data lapangan valid dari
Elisabeth.

“Kalau saya bilang tidak bisa, AF bisa menghentikan informasi yang
ingin saya peroleh dari Elisabeth, karena saya sudah janjikan kepada
Menteri untuk memberikan informasi,” kata LHI. Kesanggupan akan
meminta kuota ke Mentan itu benar, namun LHI mengatakan tak ia
lakukan.

LHI mengaku meminta AF agar mempertemukan dengan Elisabeth dan
akhirnya dipertemukan 28 Desember 2012. Pertemuan dihadiri AF, LHI,
Elisabeth, dan Elda Devianne A (perantara perizinan, Komisaris PT
Radina).

“Dalam rangka apa kok ketemu?” tanya Hakim Ketua Purwono. “Saya diberi
informasi dari AF, Elisabeth adalah mantan ketua asosiasi impor daging
yang punya pengalaman atasi krisis daging. Saya memang sedang cari
informasi soal penyebab daging mahal dan bercampur celeng,” kata LHI.

LHI tak tahu jika Elisabeth adalah importir daging. Ia kemudian
menyampaikan informasi dari Elisabeth tersebut kepada Mentan. “Tapi
Menteri bilang datanya tidak valid. Saya bilang ini dari orang
berpengalaman, Menteri bilang dia punya informasi lebih valid,” kata
LHI.

Mentan kemudian mempersilakan jika ada data lain bisa jadi
pertimbangan. Kemudian LHI menyuruh AF mempersiapkan data baru. Data
baru itulah yang disiapkan untuk pertemuan di Medan antaran LHI, AF,
Mentan, dan Elisabeth.

LHI membantah membicarakan kuota impor apalagi berusaha menggolkan
kuota PT Indoguna. “Saya hanya concern dengan masalah krisis daging.
Membicarakan uang akan menambah harga daging,” kata LHI.

Menteri Pertanian Suswono membantah ada pertemuan soal kuota impor.
Pertemuan di Lembang, Jawa Barat, terkait pembahasan kuota impor tak
pernah terjadi.

Namun, Suswono mengaku beberapa kali ke Lembang, ke rumah Ustadz Hilmi
Aminudin. “Memang beliau sampaikan keluhan masyarakat soal percampuran
daging dengan celeng dan tikus,” kata Suswono.

“Banyak yang bertanya, ‘Anda kan Mentan dari partai Islam tapi kenapa
bisa terjadi daging campur celeng?’ Persoalan itu terkait moral hazard
bukan karena harga tinggi karena setelah pelakunya ditangkap tak
terjadi lagi,” kata Suswono. (AMR)

Leave a Reply