MODUS KORUPSI: Dari Pinjam Perusahaan hingga ”Mengunci” Vendor

Share Article

Beberapa tahun ini, modus kasus-kasus dugaan korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta seolah seragam. Selain ada aroma penggiringan anggaran dari tingkat pembahasan anggaran di DPR, muncul pula modus menggunakan perusahaan lain atau ”pinjam bendera” untuk maju dalam lelang proyek.

Di persidangan terungkap, perusahaan induk yang dianggap lihai dalam pinjam-meminjam bendera adalah perusahaan-perusahaan dari Grup Permai. Dalam sidang Neneng Sri Wahyuni, Ketua Majelis Hakim Tati Hadianti menjuluki Direktur Administrasi PT Anugerah Nusantara (perusahaan dari Grup Permai) Marisi Matondang sebagai ”ahli pinjam-meminjam perusahaan”.

Neneng, menurut dakwaan jaksa, adalah Direktur Keuangan Anugerah Nusantara, sebuah perusahaan di bawah kendali Grup Permai yang dioperasikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, suami Neneng.

Peran Marisi dalam perkara korupsi pengadaan dan pemasangan PLTS di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008 itu adalah meminjam perusahaan PT Alfindo Nuratama Perkasa milik Arifin Ahmad. Kelihatannya perannya ”hanya” meminjam, tetapi dari situlah terjadinya kongkalikong.

Ketika Arifin, pemilik perusahaan yang dipinjam, bersaksi dalam sidang Neneng, terungkap bahwa perusahaan yang dipinjam Marisi dan memenangi tender hingga 8,9 miliar itu ”hanya disewa” Rp 40 juta.

Berdasarkan penuturan Arifin, Marisi sudah terbiasa pinjam perusahaan untuk diikutkan dalam tender-tender di berbagai instansi dan kementerian. Dalam beberapa sidang terungkap, pinjam-meminjam perusahaan itu sudah umum terjadi dalam praktik pencarian proyek yang membutuhkan tender.

Karmin Rasman Robert Sinora, Direktur PT Nuratindo Bangun Perkasa, ketika bersaksi dalam sidang Neneng menuturkan, di Jakarta ada sebuah gedung perkantoran yang digunakan oleh ratusan bahkan hingga ribuan nama perusahaan yang biasa dipinjam. Anugerah Nusantara termasuk perusahaan yang tenar di kalangan pemilik perusahaan ”spesialis pinjaman” itu. Karmin termasuk orang yang berusaha merapat ke Anugerah Nusantara agar perusahaannya dipinjam.

Dalam setiap lelang, Anugerah Nusantara bisa mengikutkan 7-10 perusahaan pinjaman untuk bertarung memperebutkan proyek. Kongkalikong tak hanya sebatas pinjam perusahaan. Setelah pinjam perusahaan dan menang, beberapa kasus proyek yang telah menang disubkontrakkan kepada pihak lain.

”Mengunci” vendor

Sidang kasus korupsi pengadaan peralatan laboratorium di Universitas Negeri Jakarta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3), mengungkap fakta baru terkait cara kerja mafia proyek. Fakta ini semakin terbuka karena para saksi yang telah dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengaku telah lepas dari tekanan mantan bos mereka.

Berbagai macam praktik pun diungkap. Mulai dari pemberian uang support atau suap kepada panitia, menekan perusahaan lain untuk mundur dengan memberi uang mundur, mengikutkan banyak perusahaan ”konsorsium” untuk ikut lelang, hingga ”mengunci” vendor barang agar tak memberi rekomendasi kepada perusahaan lain.

Saksi Mindo Rosa Manulang, Direktur Pemasaran Grup Permai, memaparkan trik lain Grup Permai dalam mendapatkan proyek-proyek di pemerintahan. Menurut Mindo, salah satu kunci keberhasilannya adalah upaya mengunci vendor agar tak bisa memberikan rekomendasi untuk perusahaan lain.

Karena itu, tahapan menghubungi dan melobi vendor adalah tahapan krusial yang biasa dikerjakan para anggota pemasaran Grup Permai. ”Barangnya saja yang dikunci (agar tak diberikan vendor kepada pihak lain). Kita tak perlu dekatin panitia sebenarnya. Kita tekan vendor penyedia barang untuk beri dukungan,” kata Mindo.

Ketika mengikuti lelang, Grup Permai memainkan ”sandiwara” dengan mengajukan banyak perusahaan. Anak buah yang datang kepada panitia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mencolok. ”Saat pengumuman pembukaan lelang juga diatur, pura-pura berantem, padahal ya kita-kita semua. Saya dengar tidak hanya kami saja yang begitu, orang lain juga begitu katanya,” lanjutnya.

Jika ada perusahaan lain di luar grup yang membuat masalah, hal itu akan diselesaikan dengan diberi ”uang mundur”, seperti CV Sinar Sakti yang diberi Rp 10 juta.

Direktur Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Setya Budi Arijanta, yang pernah dihadirkan dalam sidang Neneng, mengatakan, pinjam bendera perusahaan untuk ikut tender proyek itu dilarang. ”Pinjam bendera melanggar pasal subkontrak,” ujarnya.

Kabar terakhir, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka baru dalam proyek pengadaan alat laboratorium untuk madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah di Kementerian Agama tahun 2010, selain kasus yang menimpa anggota DPR, Zulkarnaen Djabar, dan anaknya. Perusahaan tiga tersangka tadi ternyata bukan pemain baru dalam urusan pinjam-meminjam bendera perusahaan atau dalam permainan kontrak- subkontrak.

Selama tak ada kontrol yang memadai terkait validasi kepemilikan perusahaan yang mengikuti lelang proyek, praktik tak sehat ini pasti akan selalu terulang. (Amir Sodikin)

Leave a Reply